tsunami-jepang.jpg

Tsunami Jepang - Februari, 2010

Junanto Herdiawan menyaksikan dan merasakan secara langsung bagaimana masyarakat Jepang menghadapi bencana gempa bumi dan Tsunami secara bersamaan pada Maret 2010. Kabar itu kali pertama diketahui oleh Junanto Herdiawan melalui tayangan TV. Badan Meteorologi Jepang secara resmi memperingatkan warga Jepang untuk waspada terhadap ancaman Tsunami.

"Ini adalah ancaman Tsunami terbesar yang dikeluarkan dalam 20 tahun terakhir," tulisnya dalam laporan “Merasakan Ancaman Tsunami di Jepang”.

Saat itu stasiun TV menayangkan peta Jepang yang ditandai titik merah pada beberapa tempat yang terancam diterjang Tsunami. Masyarakat Tokyo diminta menghindari pantai karena Tsunami setinggi satu meter diprediksi akan menghampiri pantai Tokyo.

Junanto Herdiawan terkesima pada cara pemerintah dan masyarakat Jepang menyikapi informasi bencana. "Tidak ada kehebohan, antrian panjang bahan pokok, kepanikan, serta isu yang dimanfaatkan orang yang tidak bertanggungjawab. Mereka percaya akan langkah yang diambil pemerintah pusat maupun daerah," kisah Junanto Herdiawan.

Setelah prediksi tsunami tersampaikan, stasiun TV terus mengabarkan perkembangan situasi kepada masyarakat. Dalam waktu relatif singkat, tempat penampungan pun dihuni oleh sekitar 50.000 warga dengan tertib dan tenang.

"Masyarakat Jepang membuktikan bahwa semangat kizuna (saling peduli sesama) dan ganbarou (bekerja keras sampai akhir) masih ada dan nyata dalam kehidupan mereka. Semangat itu tidak pudar di saat bencana dan krisis, bahkan dalam kondisi antara hidup dan mati," kenang Junanto Herdiawan yang dituangkan pengalamannya selama di Jepang ke dalam buku Japan Aftershock.