laskar-pelangi.jpg

Klaim “International Best-seller” Laskar Pelangi – Februari 2013

Andrea Hirata menggugat Damar Juniarton atas tulisannya di Kompasiana yang berjudul “Pengakuan Internasional Laskar Pelangi: Antara Klaim dan Faktanya” dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik.

Dalam artikel tersebut, Damar Juniarto itu menguliti predikat “International Best Seller” yang diklaim oleh Andrea Hirata. Menurutnya, predikat ini bisa diperoleh karena “Laskar Pelangi” berkesempatan untuk diterbitkan oleh penerbit yang hanya mencetak karya-karya sastrawan dunia.

Perhatian Damar Juniarton bermula pada momentum yang terjadi pada September 2012. Kala itu Andrea Hirata dikabarkan telah menandatangi kerja sama dengan Penerbit Farrar, Straus and Giroux (FSG), yang merupakan penerbit besar yang hanya menerbitkan novel-novel terkenal. Saat itu judul “Laskar Pelangi” diterjemahkan menjadi “The Rainbow Troops”.

Setelah itu, pada tahun 2012, “Laskar Pelangi” kembali diterbitkan oleh sebuah penerbit asal Turki dengan judul terjemahan “Gokkusagi Askeleri”, lengkap dengan penyematan predikat “International Best Seller” pada bagian sampulnya. Pada sebuah konferensi pers, Andrea Hirata menyatakan syukurnya telah menjadi pengarang buku best seller dunia dari Indonesia setelah 100 tahun berselang.

Pertanyaan yang dimunculkan oleh Damar Juniarton ialah alasan di balik kerja sama Andrea Hirata dengan FSG yang hanya menerbitkan buku karya penulis kesohor dunia. Kedua, bagaimana kriteria penetapan international best seller yang didapatkan oleh “Laskar Pelangi”? Atas rasa penasaran itu, ia melakukan pengecekan ke FSG dan Bentang Pustaka.

"Fakta yang menarik adalah Laskar Pelangi yang kemudian diterjemahkan menjadi “The Rainbow Troops” ternyata dicetak oleh Sarah Crichton Books, imprint dari FSG, yang menerbitkan beragam karya sastra dan fiksi dan non-fiksi komersil," tulis Damar Juniarto.

Dari pihak Bentang Pustaka, Salman Faridi yang diwawancara lewat telepon, secara mengejutkan menyatakan tidak mengetahui perihal kerja sama penerbitan tersebut. Kemudian konfirmasi dari Maggie Tiojakin yang menggeluti karya sastra internasional menyatakan bahwa penjualan sebuah buku harus mencapai 70% di setiap negara yang menerbitkannya.

Selain itu yang menggangu Damar Juniarto ialah klaim Andrea Hirata bahwa dalam kurun waktu 100 tahun belakangan, belum ada penulis Indonesia diakui karyanya sebagai international best seller. Padahal, menurutnya, bukankah Pramoedya Ananta Toer adalah salah satunya? Kasus ini berakhir dengan undangan ke meja hijau. Sementara itu Kompasianer Damar Juniarto berpegang pada data yang dimilikinya, tetapi menyatakan siap meminta maaf apabila investigasnya keliru.